Menulis (Lagi)

butterfly-2049567_960_720

Sudah hampir satu bulan pena ini menganggur di kotak pandora. Perut bagian bawah saya seperti dipenuhi kupu-kupu yang beterbangan ketika mulai menulis. Menurut novel-novel roman, sensasi ini muncul ketika kita jatuh cinta. Ya, saya jatuh cinta pada sastra. Saya jatuh cinta pada tulisan. Saya jatuh cinta pada ide-ide liar yang ditangkap paksa, diikat, lantas dituangkan diatas kertas.

***

Ada yang mau saya ceritakan, teman. Hal yang paling berat pada beberapa bulan ini, adalah ketika dihadapkan pada pilihan sulit yang memaksa saya untuk melepaskan keanggotaan di grup Non-Fiksi komunitas One Day One Post. Saya bermuhasabah, ini murni ketidakmampuan manajemen diri. Apalah daya, seorang Florensia tidak memiliki bakat membelah diri seperti amuba. Otaknya tidak sebrilian Krisna Dreyfus, tidak semultitalenta Dave (meminjam kata-kata Mbak Hanny Dewanti) dan belum seterampil Marcus Barata (Who is he? Silakan baca cerbung saya yang ini)

Padahal kala itu tinggal tujuh tulisan yang perlu saya selesaikan. Karena satu dan lain hal saya stress berat, muntah-muntah dan kehilangan selera makan selama dua minggu lebih. Sesaat, saya berpikir bahwa satu impian untuk bisa membuat buku antologi harus pupus. Namun setelah berkonsultasi dengan teman-teman terdekat di komunitas ini, saya menanamkan pikiran positif. Impian ini akan terwujud di batch selanjutnya, saya tidak menyerah. Seperti kata para senior, “Satu buku sebelum mati.”

Mungkin saya akan bergabung di kelas Non Fiksi ODOP Batch 6. Kalau tiga bulan bisa dilalui, satu bulan saja harusnya bukan masalah. Ada kebanggaan tersendiri, jika tulisan saya dibaca oleh orang banyak. Membawa manfaat dan menularkan semangat pada orang lain. Semoga pada batch selanjutnya Allah memberikan lebih banyak kemudahan, dan semakin banyak orang-orang baru yang masuk dalam lingkaran pertemanan saya.

Ketika saat ini ada hal yang belum bisa terwujud, ikhlaslah untuk melepaskan. Atur napas sambil merancang ulang strategi yang lebih baik. Saya tidak akan menyerah, demi apapun. Hidup ini terlalu indah jika hanya dilewati dengan rutinitas. Saya menginginkan lebih. Harus ada gebrakan besar untuk menjadi seseorang yang lebih unik, lebih berharga, dan lebih layak dibanggakan. Semoga kamu juga begitu 🙂

Aku dan Topeng

mask-2093386_1280

Tidak, aku tidak membenci.

Aku hanya kaget dan kecewa. Ternyata ada topeng diantara kita, teman. Nalar ini meringis saat menyadari persahabatan yang kutawarkan tertolak. Padahal, janji itu pasti terpatri pada buku sang malaikat. Apa yang kuberikan tulus, murni tanpa topeng mengerikan.

 

Tidak, aku tidak membenci.

Buat apa? Mama bilang, benci akan membakar habis jiwa yang sehat. Mengundang penyakit yang sulit disembuhkan dan membuat banyak kerutan di dahi. Demi apapun, aku tak mau terlihat sepuluh tahun lebih tua di usiaku yang belum tiga puluh. Ia juga bilang, benci tidak akan membuat masalah terurai.

 

Tidak, aku tidak takut.

Aku percaya, sumber kebahagiaan dan kebaikan adalah Tuhan. Bukan kamu, atau manusia penuh topeng lainnya. Tuhanku menjamin bahwa nikmatnya tersebar di muka bumi. Hey, pernahkah kau melihatku tak bergulat dengan gigih untuk menggapai dunia? Tuhanku mendengar setiap lirih doa yang melambung, Ia juga memperhatikan segala daya dan upaya dalam tiap nafas ini. Jadi, aku tidak takut.

 

Terima kasih.

Untuk topeng yang terlanjur sobek itu. Karena aku jadi tau, siapa yang benar-benar kawan sejati dan siapa yang hanya menjadi penggembira panggung hiburan. Sungguh terlihat, mereka yang benar-benar mendampingi sampai akhir, berani menjadi pagar pelindung agar jiwa tak limbung. Mereka bukan kalian.

 

Cukup dan mengerti.

Aku tau, satu per satu dari kalian. Monster yang bersiap murka kala muncul ancaman. Kadang aku lupa kalau topeng-topeng begitu antusias ingin terlihat. Ya sudah, munculah dengan cara yang paling disukai. Semoga kalian panjang umur untuk melihat apa yang kulakukan beberapa tahun kedepan. Kupastikan topeng itu hanya tampil di barisan bawah panggung yang tingginya melebihi telinga.

 

Bagaimana jika aku melawan?

Tidak, raga penurut tak akan melawan. Kuikuti setiap aturan permainan. Menyemai senyum termanis yang pernah ada, kuletakkan rasa hormat karena kalian juga manusia bernyawa yang seharusnya- mulia. Jangan terlalu tegang, aku makhluk penurut yang tidak akan memicu serangan jantung.

 

Jangan semakin cela.

Walau jalan yang kalian gunakan untuk membuatku terlihat buruk cukup tercela, aku pastikan tanggapanku tidak akan sama buruknya. Saat ini aku menempa diri, bersabar seperti kepompong jelek yang menanti masa menjadi kupu-kupu. Aku pikir, masa kalian juga tidak terlalu lama.

 

Just take it easy, Dear.
I’m okay, see you on top!